By
Kepada Nanang kecil, kakeknya cuma berpesan bahwa dia harus mencari tahu arti dan makna Gunung Padang itu. Hingga suatu malam, hati kecilnya mengatakan dirinya untuk naik ke atas puncak bukit Gunung Padang. Di sana dia meminta petunjuk mengenai pesan kakeknya tersebut. Sejak saat itu, pada akhirnya sampai sekarang membawa ia untuk terus belajar 'dari' Gunung Padang.
"Saya ke atas bukan untuk memuja batu, gunung. Yang saya puja yang membuat batu, yang membuat gunung, Tuhan Yang Maha Esa. Nah untuk mengetahui arti Nagara Siang Padang itu saya mohon petunjuk ke Atas," ujar Nanang.
Dari petunjuk waktu itu yang ia dapat, jika diurai perkata, maka Nagara berarti negara. Negara adalah komunitas yang punya tingkatan kasta, dari masyarakat bawah, pejabat, sampai presiden. Jadi makna Nagara yang dimaksud adalah tatatan, tingkatan, atau rangkaian. Sedangkan Siang berarti kesiangan atau telat, atau penghujung, atau akhir. Lalu Padang punya arti cahaya atau penerang.
"Jadi Nagara Siang Padang itu punya makna tatanan atau rangkaian pencerahan yang ada di akhir zaman. Kapan itu akhir zaman? Ya sekarang-sekarang ini adalah akhir zaman. Tapi kalau kiamat hanya Gusti Allah yang tahu. Itu semua berdasar penelusuran dari hati saya," ujar Nanang.
Lebih jauh lagi menurut Nanang tentang filosofi Nagara Siang Padang atau rangkaian pencerahan di akhir zaman itu. Bahwa manusia-manusia sudah harus dapat memperbaiki diri dan memperbanyak ibadah. Sebab, kapan lagi perbaikan diri itu dilakukan jika di bukan zaman yang sudah berada di akhir ini.
"Kapan lagi kalau bukan di akhir zaman kita untuk memperbaiki diri sendiri. Tapi sekali lagi, bukan berarti ini artinya kiamat, itu rahasia Gusti (Tuhan)," ujar Nanang, menguak kisah Gunung Padang. (Ein)
Liputan6.com, Cianjur - Juru Kunci atau Juru Pelihara Gunung Padang, Nanang bersedia menceritakan sisi histori situs megalitikum yang terletak di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Sebagai warga asli dan diangkat oleh pemerintah selaku Juru Pelihara, Nanang punya kewajiban untuk itu.
Meski masih harus melayani para pengunjung lain yang sampai malam hari masih terus berdatangan, Nanang menyempatkan diri bertemu kami. Waktu padahal sudah menunjuk pukul 22.00 WIB, udara dingin sudah menusuk-nusuk kulit. Suasana Dusun Gunung Padang juga sudah mulai sepi. Penduduknya sudah mulai terlelap di rumah masing-masing.
Pakaian Nanang serba hitam dengan ikat kepala bercorak batik khas Sunda. Ada 2 benda seperti bros berbentuk kujang kecil berwarna keemasan melekat pada kostumnya itu. Satu di ikat kepala sebelah kiri, satu lagi di baju bagian dada sebelah kanan.
Ditemani rokok kretek, ia mulai menceritakan sejarah Gunung Padang yang ia terima melalui folklor lisan dari orang-orang tua zaman dulu. "Dulu namanya bukan Gunung Padang. Kakek saya bilang, dari uyut Kakek saya namanya Nagara Siang Padang," kata Nanang tanpa menyeruput kopi hitam yang disuguhkan dengan alasan punya gangguan pencernaan yang berkaitan dengan kopi.
Dari cerita lisan itu, Nanang meyakini Gunung Padang bukan sekadar bukit. Bukan sekadar situs peninggalan sejarah. Pria kurus kelahiran 1975 itu memercayai, Gunung Padang bukan tempat sembarang. Sebab tempat ini sudah sejak ratusan tahun lalu sudah disucikan, dikeramatkan.
Dari mulutnya keluar kata-kata bahwa dia juga meyakini, Gunung Padang adalah sumber ilmu. Hal itu yang kemudian pada beberapa belakang tahun belakangan ini membawa sebuah tim penilitian untuk meneliti lebih jauh misteri Gunung Padang ini dari sisi ilmiah.
"Lihat saja sekarang, ada penelitian. Di situ ada berbagai ilmu. Ilmu arkeologi, geologi, antropologi, sosiologi, sejarah, dan lain-lain," kata Nanang.
Sebagai sumber ilmu, dahulu juga seperti itu. Beragam ilmu ilmiah dan logika juga sudah bersumber dari Gunung Padang. Dia mencontohkan nama lama Gunung Padang: Nagara Siang Padang. Yang baginya punya makna filosofi. Di mana dia harus mencari tahu itu dengan belajar sendiri ke Gunung Padang. Sebab kakeknya tak pernah menjelaskan makna Nagara Siang Padang itu.
Meski masih harus melayani para pengunjung lain yang sampai malam hari masih terus berdatangan, Nanang menyempatkan diri bertemu kami. Waktu padahal sudah menunjuk pukul 22.00 WIB, udara dingin sudah menusuk-nusuk kulit. Suasana Dusun Gunung Padang juga sudah mulai sepi. Penduduknya sudah mulai terlelap di rumah masing-masing.
Pakaian Nanang serba hitam dengan ikat kepala bercorak batik khas Sunda. Ada 2 benda seperti bros berbentuk kujang kecil berwarna keemasan melekat pada kostumnya itu. Satu di ikat kepala sebelah kiri, satu lagi di baju bagian dada sebelah kanan.
Ditemani rokok kretek, ia mulai menceritakan sejarah Gunung Padang yang ia terima melalui folklor lisan dari orang-orang tua zaman dulu. "Dulu namanya bukan Gunung Padang. Kakek saya bilang, dari uyut Kakek saya namanya Nagara Siang Padang," kata Nanang tanpa menyeruput kopi hitam yang disuguhkan dengan alasan punya gangguan pencernaan yang berkaitan dengan kopi.
Dari cerita lisan itu, Nanang meyakini Gunung Padang bukan sekadar bukit. Bukan sekadar situs peninggalan sejarah. Pria kurus kelahiran 1975 itu memercayai, Gunung Padang bukan tempat sembarang. Sebab tempat ini sudah sejak ratusan tahun lalu sudah disucikan, dikeramatkan.
Dari mulutnya keluar kata-kata bahwa dia juga meyakini, Gunung Padang adalah sumber ilmu. Hal itu yang kemudian pada beberapa belakang tahun belakangan ini membawa sebuah tim penilitian untuk meneliti lebih jauh misteri Gunung Padang ini dari sisi ilmiah.
"Lihat saja sekarang, ada penelitian. Di situ ada berbagai ilmu. Ilmu arkeologi, geologi, antropologi, sosiologi, sejarah, dan lain-lain," kata Nanang.
Sebagai sumber ilmu, dahulu juga seperti itu. Beragam ilmu ilmiah dan logika juga sudah bersumber dari Gunung Padang. Dia mencontohkan nama lama Gunung Padang: Nagara Siang Padang. Yang baginya punya makna filosofi. Di mana dia harus mencari tahu itu dengan belajar sendiri ke Gunung Padang. Sebab kakeknya tak pernah menjelaskan makna Nagara Siang Padang itu.
Kepada Nanang kecil, kakeknya cuma berpesan bahwa dia harus mencari tahu arti dan makna Gunung Padang itu. Hingga suatu malam, hati kecilnya mengatakan dirinya untuk naik ke atas puncak bukit Gunung Padang. Di sana dia meminta petunjuk mengenai pesan kakeknya tersebut. Sejak saat itu, pada akhirnya sampai sekarang membawa ia untuk terus belajar 'dari' Gunung Padang.
"Saya ke atas bukan untuk memuja batu, gunung. Yang saya puja yang membuat batu, yang membuat gunung, Tuhan Yang Maha Esa. Nah untuk mengetahui arti Nagara Siang Padang itu saya mohon petunjuk ke Atas," ujar Nanang.
Dari petunjuk waktu itu yang ia dapat, jika diurai perkata, maka Nagara berarti negara. Negara adalah komunitas yang punya tingkatan kasta, dari masyarakat bawah, pejabat, sampai presiden. Jadi makna Nagara yang dimaksud adalah tatatan, tingkatan, atau rangkaian. Sedangkan Siang berarti kesiangan atau telat, atau penghujung, atau akhir. Lalu Padang punya arti cahaya atau penerang.
"Jadi Nagara Siang Padang itu punya makna tatanan atau rangkaian pencerahan yang ada di akhir zaman. Kapan itu akhir zaman? Ya sekarang-sekarang ini adalah akhir zaman. Tapi kalau kiamat hanya Gusti Allah yang tahu. Itu semua berdasar penelusuran dari hati saya," ujar Nanang.
Lebih jauh lagi menurut Nanang tentang filosofi Nagara Siang Padang atau rangkaian pencerahan di akhir zaman itu. Bahwa manusia-manusia sudah harus dapat memperbaiki diri dan memperbanyak ibadah. Sebab, kapan lagi perbaikan diri itu dilakukan jika di bukan zaman yang sudah berada di akhir ini.
"Kapan lagi kalau bukan di akhir zaman kita untuk memperbaiki diri sendiri. Tapi sekali lagi, bukan berarti ini artinya kiamat, itu rahasia Gusti (Tuhan)," ujar Nanang, menguak kisah Gunung Padang. (Ein)
0 comments:
Post a Comment